D H F
A.
Konsep Dasar Penyakit
1.
Pengertian
Dengue Haemorhagic Fever ( DHF ) / Demam
Berdarah Dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti yang betina. (Suriadi : 2001).
Demam dengue adalah penyakit yang terdapat
pada anak-anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang
biasanya memburuk setelah dua hari pertama terinfeksi virus ( Arif Mansjur :
2001).
Menurut Ngastiyah (1997) demam dengue adalah
infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (arthropodborn virus) dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes albocpictus dan Aedes aegypti
).
Dari Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak FKUI (
1997 ) dan Ngastiyah ( 1997 ), WHO pada tahun 1975 membagi derajat penyakit DHF
dalam empat derajat yaitu :
a. Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas,
hanya terdapat manifestasi perdarahan (
uji tourniket positif ).
b. Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan
spontan dikulit dan perdarahan lain pada hidung ( epistaksis ).
c. Derajat III :
Ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengan adanya nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun ( kurang dari 20 mmHg ) / hipotensi disertai kulit dingin dan lembab
serta anak gelisah.
d. Derajat IV :
Renjatan berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah yang tidak dapat
dikur, akral dingin dan anak akan mengalami syok.
2.
Etiologi
Penyakit DHF disebabkan oleh virus dengue dan
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Virus ini termasuk dalam kelompok
arbovirus golongan B. Hingga sekarang telah dapat diisolasi empat serotif virus
dengue di Indonesia, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Namun yang paling
banyak menyebebkan demam berdarah adalah dengue tipe DEN-2 dan DEN-3. Di
Indonesia dikenal dua jenis nyamuk aedes, yaitu :
a.
Aedes aegypti
1)
Paling sering ditemukan
2)
Nyamuk yang
hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak di dalam rumah,
yaitu di tempat penampungan air jernih / tempat penampungan air di sekitar
rumah.
3)
Nyamuk ini berbintik-bintik putih.
4)
Biasanya menggigit pada pagi hari dan sore hari.
5)
Jarak terbang 100 meter.
b.
Aedes Albopictus
1)
Tempat habitatnya di tempat air jernih, biasanya di
sekitar rumah/pohon-pohon yang dapat tertampung air hujan bersih, yaitu pohon
pisang dan tanaman pandan.
2)
Mengigit pada waktu siang hari.
3)
Berwarna hitam.
4)
Jarak terbang 50 meter.
3. Anatomi dan Fisiologi Trombosit dan Pembekuan
Trombosit atau platelet bukan merupakan sel,
melainkan pecahan glanular sel, berbentuk piringan dan tidak berinti. Trombosit
adalah bagian terkecil dari unsur selular sumsum tulang dan sangat penting
peranannya dalam hemostatis dan pembekuan. Trombosit berdiameter 1–4 m dan
berumur kira–kira 10 hari. Kira–kira sepertiga berada dalam limpa sebadai suku
cadang dan sisanya berada dalam sirkulasi, berjumlah antara 150.000 dan
400.000/mm3. Hemostatis dan pembekuan adalah serangkaian kompleks reaksi yang
mengakibatkan pengendalian perdarahan melalui pembentukkan bekuan trombosit dan
fibrin pada tempat cedera.
Pembekuan diawali oleh cedera vaskular dalam
keadaan homeostasis. Vasokonstriksi adalah respon langsung terhadap cedera,
yang diikuti oleh adhesi trombosit pada kolagen dinding pembuluh darah yang
terkena cedera. ADP ( adenosin difosfat ) dilepaskan oleh trombosit, yang
menyebabkan mereka mengalami agregasi. Sejumlah kecil trombin juga merangsang
agregasi trombosittrombosit, yang berguna untuk mempercepat reaksi. Faktor III
trombosit, dari membran trombosit, juga mempercepat pembekuan plasma. Dengan
cara ini, terbentuklah sumbat trombosit, yang kemudian segera diperkuat oleh
protein filamentosa yang dikenal sebagai fibrin. Pembentukkan fibrin
berlangsung bila faktor Xa, dibantu oleh tosfolipid dari trombosit yang sudah
diaktifkan memecahkan protrombin, membentuk trombin. Selanjutnya trombin
memecahkan fibrinogen membentuk fibrin. ( Sejumlah kecil trombin nampaknya
dicadangkan untuk memperbesar agregasi
trombosit ). Fibrin ini, yang mula–mula merupakan jeli yang dapat larut,
distabilkan oleh faktor XIIIa dan mengalami polimerasi menjadi jalinan fibrin
yang kuat, trombosit, dan menjerat sel–sel darah. Untaian fibrin kemudian
memendek ( retraksi bekuan ), mendekatkan pinggir–pinggir dinding pembuluh
dinding pembuluh yang cedera dan menutup daerah tersebut. ( Anderson , 1995 ).
( Richard Walker, 2000, Under The
Microscope, Heart–Clotting & Healing)
Gambar ini menunjukkan proses pembekuan
dimana benang fibrin sudah mulai terbentuk sehingga menjerat sel darah merah
dan membuat sumbatan pada pembuluh darah yang terluka sehingga perdarahan
berhenti.
4. Patofisiologi
Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti dan kemudian akan bereaksi dengan antibodi, sehingga terbentuklah
kompleks virus antibodi dan di dalam sirkulasi akan mengaktivasi sistem
komplemen. Akibat aktivasi ini akan mengakibatkan lepasnya histamin yang
merupakan mediator kuat sebagai faktor meningginya permeabilitas dinding
pembuluh darah dan akan menyebabkan hilangnya plasma melalui endotel dinding
itu. Terjadi trombositopenia yang akan menurunkan fungsi trombosit dan
faktor koagulasi ( protrombin dan fibrinogen ) dan menyebabkan terjadinya
perdarahan hebat, terutama perdarahan salauran gastrointestinal. Yang
menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh
darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia, dan
diatesis hemoragik yang akan mengakibatkan terjadinya renjatan secara akut.
Nilai hematokrit meningkat bersamaan
dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dengan
hilangnya plasma, anak mengalami hipovolemik dan apabila tidak diatasi
bisa terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematia
I
|
5. Tanda dan gejala
Akibat
masuknya virus dengue ke dalam tubuh, akan mengakibatkan :
a.
Demam tinggi selama 2 –7 hari, tampak lemah dan lesu,
suhu badan antara 380 – 400 celcius atau lebih ( tanpa
sebab yang jelas ).
b. Tampak
bintik-bintik merah pada kulit seperti bekas gigitan nyamuk, disebabkan
pecahnya pembuluh darah kapiler di kulit, untuk membedakan antara gigitan
nyamuk biasa dengan nyamuk Aedes aegypti adalah dengan merenggangkan pada
daerah kulit tampak bintik merah dan bila hilang berarti bukan tanda DHF.
c.
Nyeri ulu hati terjadi karena adanya perdarahan pada
lambung, nyeri otot, nyeri tulang dan sendi, dan nyeri pada daerah abdomen.
d. Adanya
tanda-tanda perdarahan, yang terjadi perdarahan adalah pada daerah di bawah
kulit ( petekhie/ekimosis ), perdarahan pada hidung ( epistaksis )
, perdarahan pada gusi, berak darah / batuk darah ( melena / hematemesis ).
e.
Pembesaran hepar ( sudah dapat diraba sejak permulaan
sakit anak), pembengkakan sekitar mata, dan sakit kepala.
f.
Syok yang ditandai nadi lemah / cepat, disertai tekanan
darah yang menurun ( diastolik turun menjadi 20 mmHg dan sistolik menjadi 80
mmHg atau kurang ), capillary refill lebih dari dua detik.
g. Kulit
teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari tangan dan jari kaki,
serta timbul sianosis di sekitar mulut.
h. Mual,
muntah, tidak ada napsu makan , diare, dan konstipasi.
i.
Anak semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun
kesadarannya menurun menjadi sopor dan akhirnya koma.
6. Pemeriksaan penunjang
a.
Darah Lengkap Tiap 6 – 8 Jam Sekali
1) Terjadi trombositopenia ( 100.000/mm3
) dan hemokonsentrasi (hematokrit
meningkat 20 % atau lebih).
2)
Haemoglobin meningkat 20 %.
3)
Hasil pemeriksaan darah menunjukkan hipoprotemia.
b.
Rontgen Thoraks
Untuk mengetahui adanya efusi pleura.
c.
Uji Serologi
Yaitu serum diambil pada masa akut dan pada
masa penyembuhan ( 1 – 4 minggu setelah gejala awal penyakit ) dengan mengambil
darah vena sebanyak 2 – 4 ml dan pengambilan darah ini dilakukan minimal empat
kali.
d. Test Tourniquet
Cara uji tourniquet adalah dengan memasang
manset tensimeter pada lengan atas dan pompa sampai air raksa mencapai
pertengahan tekanan sistolik dan diastolik, biarkan selama 10 – 15 menit. Pada
pemeriksaan terdapat > 20 petekhie pada daerah lengan bawah dengan diameter
2,8 cm, maka dinyatakan anak positif DHF.
Kriteria : ( + ) jumlah petekhie ≥ 20
( - ) jumlah petekhie 10 – 20
( ±
) jumlah petekhie ≤ 10
7. Penatalaksanaan
Bila anak diduga atau sudah didiagnosa medis
DHF, maka hal yang harus dilakukan adalah :
a.
Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul akibat
demam tinggi, anoreksia, muntah. Beri minum banyak, 50 ml/kg BB dalam 4 – 6 jam
pertama berupa air teh dengan gula, sirup, susu/ASI, sari buah, atau oralit.
Setelah dehidrasi dapat diatasi, berikan cairan 80 – 100 ml/kg BB dalam 24 jam
berikutnya.
b.
Hiperpireksia dapat diatasi dengan memberi kompres air
hangat atau dingin dan bila perlu berikan antipiretik untuk mengatasi demam
dengan dosis 10 – 15 mg/kg BB.
c.
Pemberian cairan intravena pada anak tanpa renjatan
dilakukan bila anak terus menerus muntah, sehingga tidak mungkin diberi makanan
peroral atau didapatkan nilai hematokrit yang terus meningkat ( > 40 vol %
). Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan
kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5 % dalam 1/3 larutan NaCl 0,9
% dengan jumlah tetesan 16 ×/ menit. Bila
timbul tanda-tanda syok, segera berikan cairan campuran antara NaCL 0,9 % :
Glukosa 10 % ( 1: 3 ) dengan jumlah tetesan 20 ml/kg BB/jam. Apabila syok mulai
teratasi, jumlah cairan dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.
8. Komplikasi
Bila penanganan anak dengan DHF ini lambat,
maka akan terjadi berbagai komplikasi, yaitu :
a.
Efusi Pleura
Disebabkan adanya kebocoran plasma
akibat meningkatnya permeabilitas membran, sehingga cairan akan masuk ke dalam
pleura.
b.
Perdarahan Pada
Lambung
Terjadi akibat anak mengalami mual dan
muntah serta kurangnya nafsu makan pada anak, sehingga akan meningkatkan
produksi asam lambung. Bila ini terus berlangsung, maka asam lambung akan
mengiritasi lambung dan mengakibatkan perdarahan.
c.
Pembesaran Pada
Hati, Limpa, dan Kelenjar Getah Bening
Terjadi akibat bocornya plasma yang
mengandung cairan, dan mengisi bagian rongga tubuh. Cairan akan menekan dinding
dari organ tersebut, sehingga organ akan mengalami pembesaran.
d.
Hipovolemik
Terjadi akibat meningkatnya nilai
hematokrit bersamaan dengan hilangnya plasma melalui dinding pembuluh darah.
9. Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan saat ini
adalah dengan memutus rantai penularan dengan memberantas penular maupun
jentiknya. Penggunaan vaksin untuk mencegah DHF masih dalam taraf penelitian,
sedangkan obat yang efektif terhadap virus belum ada.
Cara pencegahannya ada dua, yaitu :
a.
Memberantas nyamuk dewasa
Caranya dengan diberi pengasapan ( fogging
) menggunakan bahan insektisida. Pengasapan ini sangat efektif dan cepat
memutuskan rantai penularan, karena
nyamuk akan segera mati bila kontak dengan partikel-partikel insektisida.
b.
Memberantas jentik
Caranya dengan meniadakan perindukannya,
sehingga nyamuk tidak berkesempatan untuk berkembang biak. Cara ini dikenal
dengan pemberantasan sarang nyamuk ( PSN ). Aedes aegypti diketahui berkembang
biak di air bersih tergenang yang tidak berhubungan langsung dengan tanah.
Pemberantasan sarang nyamuk yang dilakukan
dengan :
1)
Membersihkan ( menguras ) tempat penyimpanan air, seperti
bak mandi / WC, drum, dan lain-lain sekurang-kurangnya seminggu sekali, karena
perkembangbiakan dari telur sampai menjadi nyamuk adalah 7 – 10 hari.
2)
Menutup rapat tempat penyimpanan / penampungan air (
misalnya tempayan, drum, dll ) agar nyamuk tidak dapat masuk dan bertelur.
3)
Membersihkan pekarangan rumah/halaman, kemudian
mengubur / membakar / membuang barang bekas yang dapat digenangi air (seperti
kaleng, botol, ban bekas,tempurung, dl).
4)
Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung
secara berkala.
5)
Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit
dikuras, taburkan bubuk abate kedalam genangan air yang tidak mungkin atau
sulit dikuras, taburkan bubuk abate kedalam genangan air untuk membunuh
jentik-jentik nyamuk, ulangi hal ini setiap 2 – 3 bulan sekali atau peliharalah
ikan ditempat itu.
B.
Asuhan Keperawatan
Dalam
melaksanakan asuhan keperawatan terhadap klien anak dengan DHF, perawat
memandang klien sebagai individu yang utuh yang terdiri dari bio, psiko,
sosial, dan spiritual, yang mempunyai kebutuhan sesuai tingkat pertumbuhan dan
perkembangannya.
Menurut
Tailor C., Lilis C., Lemone P., 1989 ( dari La Ode Jumadi Gaffar, 1997 ) proses keperawatan adalah metode sistematik
dimana secara langsung perawat bersama klien secara bersama menentukan masalah
keperawatan sehingga membutuhkan asuhan keperawatan, membuat perencanaan dan
rencana implementasi, serta mengevaluasi hasil asuhan keperawatan.
1.
Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi
seorang perawat dalam melakukan pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan
data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan klien tersebut.
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu menentukan status
kesehatan dan pola pertahanan klien serta memudahkan dalam perumusan diagnosa
keperawatan. ( Doenges : 2000 ).
Tujuan dari pengkajian keperawatan adalah
mengumpulkan secara sistematis, mengelompokkan, dan mengatur data yang
dikumpulkan dan menganalisa data sehingga ditemukan diagnosa keperawatan. ( La
Ode Jumadi Gaffar, 1997 ).
Tahap pengkajian pada anak dengan DHF terdiri
dari :
a.
Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan
informasi yang sistemik tentang klien termasuk kekuatan dan kelemahan klien
dengan cara wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik. Data dikumpulkan dari
keluarga, orang terdekat, masyarakat, grafik, dan rekam medik.
1)
Identitas klien dan keluarga
a)
Nama pasien, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, agama.
b)
Nama Ayah, umur, agama, pekerjaan, pendidikan, kultur,
alamat.
c)
Nama ibu, umur,agama, pekerjaan, pendidikan, kultur,
alamat.
d)
Tanggal anak masuk rumah sakit, diagnosa medis, dan
sumber informasi yang diperoleh.
2)
Riwayat kesehatan
a)
Riwayat keperawatan anak ( Suriadi : 2001 )
(1)
Keluhan utama anak masuk rumah sakit biasanya adalah badan panas, disertai
mimisan, berak encer atau kadang-kadang disertai berak darah, susah tidur,
rewel, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot, tulang sendi, abdomen,
dan ulu hati, pembengkakan sekitar mata, pembesaran hati, limpa, dan kelenjar
getah bening.
(2)
Lamanya keluhan biasanya untuk panas akan berlangsung 2 – 7 hari,
disertai berak encer 3 – 4 kali dalam sehari, bila sudah parah akan disertai
perdarahan pada hidung dan berak darah 2 – 3 kali sehari.
(3)
Akibat timbulnya keluhan pada anak adalah anak menjadi rewel, nafsu
makannya akan menurun, mual dan muntah, susah tidur, badan lemah, bila sudah
parah bisa sampai terjadi syok.
b.
Pemeriksaan fisik pada anak.
Selama aspek pengumpulan data, perawat
melatih keterampilan persepsual dan observatorial dengan menggunakan indera
penglihatan, pendengaran, sentuhan dan penciuman atau biasa dikenal dengan
inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi. Inspeksi adalah pengamatan secara
seksama terhadap status kesehatan klien, seperti inspeksi adanya lesi pada
kulit, dll. Perkusi adalah pemeriksaan fisik dengan jalan mengetukkan jari
tengah ke jari tengah lainnya untuk mengetahui normal atau tidaknya suatu organ
tubuh. Palpasi adalah jenis pemeriksaan fisik dengan meraba klien. Auskultasi
adalah cara pemeriksaan fisik dengan menggunakan stetoskop, misalnya auskultasi
dinding abdomen untuk mengtahui bising usus. ( Bates : 1998 ).
Adapun pengkajian fisik yang harus dilakukan
pada anak dengan DHF ( Suriadi : 2001 ) adalah :
1)
Tanda-tanda vital, biasanya akan mengalami peningkatan
terutama suhu tubuh antara 38o – 40o celcius, nadi
biasanya cepat atau lambat, dan pernapasan menjadi cepat antara 40 – 60
x/menit.
2)
Wajah anak biasanya pucat akibat dehidrasi, mukosa
bibir kering dan pecah-pecah, dan wajah terlihat membengkak.
3)
Mata biasanya mengalami oedem pada palpebra,
konjungtiva anemis, dan mata terlihat merah akibat kurang tidur.
4)
Hidung biasanya terjadi perdarahan akibat penanganan
yang lambat.
5)
Abdomen, pada saat dilakukan palpasi akan terasa adanya
pembesaran pada organ hati dan limpa, anak akan mengalami nyeri pada ulu hati,
terjadi iritasi pada lambung, bising usus lemah ( < 5 x menit), turgor kulit
kurang.
6)
Rektum, akan terjadi iritasi pada daerah sekitar anus
akibat seringnya anak mengalami berak encer.
7)
Ekstremitas, akan terjadi kelemahan akibat kondisi
penyakit yang dialami oleh anak, pengisian kapiler pada daerah kuku menjadi
lambat ( > 2 detik ).
c.
Kebiasaan Anak Sehari-hari
1)
Pola nutrisi akan mengalami gangguan, anak akan menjadi
malas makan dan minum, mual dan muntah, terjadi penurunan berat badan dalam
jangka waktu yang cepat.
2)
Pola eliminasi akan mengalami gangguan, terutama pada
eliminasi BAB, anak akan mengalami berak encer dan kadang-kadang disertai
perdarahan, urin akan disertai dengan pengeluaran protein.
3)
Pola istirahat dan tidur akan mengalami gangguan akibat
adanya peningkatan suhu tubuh, anak sering BAB encer dan adanya nyeri pada ulu
hati.
4)
Pola aktifitas anak menjadi terganggu, ditandai dengan
anak menjadi malas untuk bermain, pemurung, rewel, dan lebih cenderung untuk
menyendiri.
5)
Personal hygiene anak mengalami gangguan atau tidak
terpenuhi, akibat kelemahan fisik anak.
d.
Pemeriksaan penunjang
1)
Pemeriksaan darah, yang dilakukan adalah pemeriksaan
hemoglobin, trombosit, leukosit, uji serologi HI (Haemagglutination inhibiting antibody),
dengue blot. Pada pemeriksaan hemoglobin akan didapatkan nilai <
100.000/ul (trombositopenia) dan nilai
hematokrit > 20 % dari nilai normal (hemokonsentrasi).
Leukosit normal pada 1 – 3 hari pertama, akan menurun pada saat akan terjadi
syok dan akan meningkat pada saat syok dapat diatasi. Hasil pemeriksaan darah
menunjukkan hipoprotemia. Uji serologi adalah suatu pemeriksaan dengan
mengambil serum pada masa penyembuhan ( 1 – 4 minggu ) setelah gejala awal
penyakit, untuk pemeriksaan serologi ini diambil darah vena sebanyak 2 – 4 ml
dan pengambilan darah ini dilakukan minimal empat kali.
2)
Pemeriksaan air seni, dilakukan untuk melihat apakah
ada albuminuria ringan.
3)
Test tourniquet / rumple leed test, yaitu tes yang
dilakukan untuk melihat adanya perdarahan bawah kulit akibat pecahnya trombosit
darah dengan kriteria :
( + ) bila jumlah petekhie ≥20
( - ) bila jumlah petekhie 10 – 20
( ± ) bila jumlah petekhie ≤
20
Dari hasil pengkajian keperawatan, akan
didapatkan data-data yang menunjang dalam
pembuatan diagnosa keperawatan yang dikelompokkan dalam data fokus.
e. Pemeriksaan Pertumbuhan dan Perkembangan
Anak
1). Pertumbuhan ( Growth )
Berkaitan dengan masalah
perubahan dalam besar, jumlah, ukuran, atau dimensi tingkat sel, organ maupun
individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat ( gram, pound, kilogram ),
ukuran panjang ( cm, meter ), umur tulang, dan keseimbangan metabolik ( retensi
kalsium dan nitrogen tubuh ).
Pertumbuhan pada anak
sekolah usia 6 tahun
a). Menurut Soetjiningsih (
1995 )
- Perkiraan berat badan
dengan menggunakan rumus :
BB = Umur
( tahun ) x 7 – 5
2
- Tinggi badan = 1,5 x tinggi badan umur 1 tahun.
- Gigi =
terdapat erupsi gigi tetap yaitu insisor.
b). Menurut Wong & Whaley
( 1996 )
- Penambahan tinggi
dan berat badan
terus berlanjut dengan lambat.
- Berat
badan antara 16 - 23,6 kg ( 35,5 – 58 pound ), dan tinggi badan 106,6 – 123,5
cm ( 42 – 48 inchi ).
- Gigi
seri permanen pada mandibular mulai tumbuh.
- Kehilangan
gigi pertama.
- Beragsur-angsur
terdapat peningkatan kemampuan/keterampilan.
- Mempunyai
aktivitas yang tetap.
- Sering
terjadi anak mengisap jari kembali.
- Semakin
menyadari fungsi tangan sebagai alat.
- Menyukai
menggambar, menulis, dan mewarnai.
- Kemampuan
penglihatan mencapai kematangan.
2). Perkembangan ( Development )
Adalah bertambahnya kemampuan ( skill ) dalam
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat
diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya
proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem
organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dan tingkah laku
sebagai hasil interaksi dengan lingkungan.
Pertumbuhan pada anak sekolah usia 6 tahun
a). Menurut Wong & Whaley ( 1996 )
1).
Perkembangan Mental
-
Pengembangan pengenalan angka.
-
Dapat menjumlahkan/menghitung uang sebesar 13 sen ( sen
dolar ).
-
Dapat membedakan pagi dan sore.
-
Dapat menyebutkan pengertian dan fungsi
alat/perlengkapan yang sering digunakan, seperti garpu dan kursi.
-
Mampu menuruti tiga perintah sekaligus yang diberikan
secara berurutan.
-
Bisa membedakan tangan kanan dan tangan kiri.
-
Dapat menilai apakah gambar sebuah wajah cantik atau
buruk.
-
Mulai memasuki kelas pertama.
2). Perkembangan Adaptasi
-
Di atas meja makan anak sudah mampu mengoles mentega atau selai pada
roti.
-
Permainan yang disukai menggunting, melipat, menempel
permainan kertas, dan menjahit kasar.
-
Mampu mandi sendiri tanpa pengawasan dan melakukan
aktivitas sebelum tidur secara mandiri.
-
Menyukai permainan meja ( table game ), checkers, dan
permainan kartu sederhana.
-
Banyak tertawa.
-
Kadang-kadang mencuri uang atau benda-benda yang
menarik.
-
Sulit mengakui kesalahan sendiri.
-
Selalu mencoba/menguji kemampuannya.
3). Personal-Sosial
-
Dapat berbagi dan lebih kooperatif.
-
Punya kebutuhan yang besar untuk bermain bersama teman
sebayanya.
-
Akan berusaha menipu untuk menang.
-
Sering bermain kasar.
-
Sering merasa cemburu terhadap saudaranya.
-
Melakukan pekerjaan yang mereka lihat yang dilakukan
oleh orang dewasa.
-
Mungkin anak akan bertingkah marah.
-
Menyombongkan diri.
-
Lebih mandiri, kemungkinan termasuk urusan sekolah.
-
Punya cara sendri dalam melakukan sesuatu.
-
Meningkatkan sosialisasi.
b). Perkembangan Psikoseksual ( Sigmun
Freud dari Wong & Whaley, 1996 )
-
Anak berada pada fase latent dimana orientasi sosial
lebih banyak keluar rumah, anak lebih senang bermain.
-
Pada fase ini terjadi perkembangan intelektual dan sosial.
-
Banyak teman, punya geng atau peer group.
–
Impuls agresivitas lebih terkontrol.
c). Perkembangan Psikososial ( Erik
Ericson, 1963 dari Wong & Whaley, 1996)
-
Anak berada pada fase industri
korelasi dengan inferioritas ( rajin
korelasi dengan rendah diri ).
-
Anak dapat membuat atau menyelesaikan tugas/perbuatan (
menghasilkan sesuatu ).
-
Anak siap meninggalkan rumah orang tua dalam waktu
terbatas ( di sekolah ).
-
Melalui proses pendidikan anak belajar untuk :
·
Bersaing ( sifat kompetitif )
·
Sifat kooperatif ( saling memberi dan menerima )
·
Setia kawan, belajar peraturan yang berlaku.
-
Kunci proses sosialisasi guru dan teman sebaya.
-
Identifikasi bukan pada orang tua atau orang lain,
misalnya : anak menyukai gurunya ( lebih patuh dibanding terhadap orang tuanya
).
-
Bila anak tidak dapat mematuhi kebutuhan sesuai
standart timbul masalah/gangguan.
d.). Perkembangan Kognitif atau Tahap
Berkembang Berpikir Logis ( Jean Piaget,1969 dari Wong & Whaley, 1996)
-
Anak berada pada tahap II yaitu pre-operasional ( usia
2-7 tahun )
-
Sensori motorik preoperasional.
Anak mampu
mempergunakan simbol-simbol, kata-kata, mengikat masa lampau, sekarang, yang
akan datang.
-
Tingkah laku anak berubah egois.
e). Perkembangan
Interpersoal ( Sulivan’s dari Wong & Whaley, 1996 )
-
Anak berada pada tahap Juvenil ( usia 5-6 tahun ).
-
Anak-anak menjadi sosial bersaing, bekerjasama, dan
belajar untuk mengawasi tingkah laku dengan kontrol lingkungan.
f). Perkembangan Moral
( Kohlberg dari Wong & Whaley, 1996 )
-
Anak berada pada Stage III yaitu Conventional level (
usia 6-12 tahun ).
-
Dapat membantu orang lain dan diyakini sebagai suatu
kebaikan.
-
Menyesuaikan diri terhadap moral secara umum, tingkah
laku untuk tampak “ baik “.
2. Diagnosa Keperawatan
Setelah data-data dikelompokkan, kemudian
dilanjutkan dengan perumusan diagnosa.
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang
jelas, singkat, dan pasti tentang masalah klien dan serta penyebabnya yang
dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan ( Carpenito, 2000 ).
Sedangkan menurut La Ode Gaffar ( 1997 ), diagnosa keperawatan adalah
pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan aktual dan potensial.
Menurut Carpenito ( 2000 ) diagnosa
keperawatan dapat berjenis aktual, risiko, atau kesejahteraan atau sindrom.
Aktual : menggambarkan penilaian klinis yang harus divalidasi perawat karena adanya
batasan karakteristik mayor.
Risiko : menggambarkan penilaian
klinis dimana individu/kelompok
lebih rentan untuk megalami masalah ketimbang orang lain dalam situasi yang
sama atau serupa.
Kesejahteraan : penilaian klinis tentang
individu, keluarga, atau komunitas dalam transisi dari tingkat kesejahteraan
tertentu ke tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi.
Dan menurut La Ode Gaffar ( 1997 ) diagnosa
keperawatan dibedakan atas diagnosa aktual, menggambarkan masalah kesehatan
yang sudah ada saat ini atau yang sudah ada saat pengkajian dan diagnosa
keperawatan potensial, menggambarkan bahwa masalah yang nyata akan terjadi bila
tidak dilakukan intervensi keperawatan.
Menurut Suriadi ( 2001 ), diagnosa
keperawatan yang dapat timbul pada klien DHF antara lain :
1 Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan peningkatan
permabilitas kapiler, perdarahan, muntah, dan demam.
2. Perubahan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan perdarahan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan.
4. Perubahan proses keluarga berhubungan
dengan kondisi anak.
5. Hipertermi berhubungan dengan proses
infeksi virus.
Menurut Ngastiyah ( 1997 ), diagnosa
keperawatan yang dapat muncul pada anak dengan DHF antara lain :
1. Kegagalan
sirkulasi darah yang berhubungan dengan adanya kebocoran plasma dari pembuluh
darah ke dalam jaringan ekstravaskular.
2. Risiko
terjadi perdarahan yang berhubungan dengan adanya trombositopenia.
3. Gangguan
suhu tubuh berhubungan dengan adanya infeksi dengue.
4. Gangguan
rasa aman dan nyaman berhubungan dengan penyakitnya dan akibat tindakan selama
dirawat ( pengambilan/pemeriksaan darah secara periodik setiap 4 jam ).
5. Kurang
pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
3. Perencanaan
Sebagai langkah selanjutnya dalam proses
keperawatan adalah perencanaan, yaitu penentuan apa yang ingin dilakukan untuk
membantu klien. Untuk memenuhi kebutuhan kesehatan dan mengatasi masalah
keperawatan. Langkah-langkah perencanaannya adalah :
a.
Membuat Prioritas Urutan Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan diurutkan dengan
prioritas tinggi, sedang, dan rendah. Masalah dengan prioritas tinggi
mencerminkan situasi yang mengancam hidup ( misalnya bersihan jalan napas ).
Masalah dengan prioritas sedang berhubungan dengan situasi yang tidak gawat dan
situasi yang tidak mengancam hidup klien ( misalnya personal hygiene klien ).
Masalah dengan prioritas rendah berhubungan secara langsung dengan keadaan
sakit atau prognosis yang spesifik, misalnya masalah keuangan ( Carpenito,2000
).
b. Merumuskan Tujuan
dan Kriteria Hasil.
Kriteria hasil adalah hasil intervensi
keperawatan dan respon-respon klien yang dapat dicapai, diinginkan oleh klien
atau pemberi asuhan, dan dapat dicapai dalam periode waktu yang telah
ditentukan. ( Doenges, dkk : 2000 ).
Tujuan yang dittapkan harus sesuai dengan
SMART, yaitu spesific ( khusus ), meassurable ( dapat diukur ), acceptable (
dapat diterima ), reality ( nyata ), dan time ( terdapat kriteria waktu ).
Kriteria hasil merupakan tujuan kearah mana perawatan kesehatan diarahkan dan
merupakan dasar untuk memberikan asuhan keperawatan.
Komponen pernyataan kriteria hasil :
1)
Subyek, menunjukkan siapa yang mencapai kriteria hasil.
2)
Kata kerja yang dapat diukur, menunjukkan tindakan,
tingkah laku dan respon dari klien yang dapat dilihat, didengar, dihidu, atau
diraba.
3)
Hasil, menunjukkan respon fisiologis, psikologis, dan gaya hidup yang
diharapkan dari klien terhadap intervensi.
4)
Kriteria, mengukur kemajuan klien dalam mencapai hasil
dan menunjukkan tingkatan kecakapan yang diperlukan untuk menyelesaikan hasil
akhir.
5)
Target waktu, menunjukkan periode waktu tertentu yang
diinginkan untuk mencapai kriteria hasil, dengan adanya batasan waktu akan
membantu perawat dalam mengevaluasi tahap dalam memastikan apakah kritria hasil
dapat dicapai dalam periode waktu tertentu.
Dari diagnosa keperawatan yang telah disusun,
maka rencana tindakan keperawatan yang dapat disusun menurut Suriadi ( 2001 )
adalah :
1. Kekurangan volume
cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan,
muntah, dan demam.
Tujuan
: Kebutuhan cairan terpenuhi dengan kriteria mata tidak
cekung, membran mukosa tetap lembab, turgor kulit baik, kulit tidak kering,
vital sign nadi 85–100 x/mnt, pernapasan 15–25 x/mnt, suhu tubuh axila 35.5–37°C, tekanan
darah 95–120/50–70 mmHg, haluaran urine 30–50 ml/jam, kapilari refill < 3
detik ( nilai rujukan normal menurut Tucker, 1999 ).
Rencana:
1.1. Observasi
tanda–tanda vital paling sedikit setiap empat jam.
Rasional :
Penurunan sirkulasi darah dapat terjadi dari peningkatan
kehilangan cairan mengakibatkan hipotensi dan takikardia.
1.2. Monitor tanda–tanda meningkatnya
kekurangan cairan : turgor tidak
elastis, ubun–ubun cekung, produksi urin menurun.
Rasional : Gejala
yang menunjukkan dehidrasi/hemokonsentrasi.
1.3. Observasi dan catat intake dan
output.
Rasional : Menunjukkan
status volume sirkulasi,
terjadinya/perbaikan perpindahan cairan, dan respon terhadap terapi.
1.4. Berikan hidrasi yang adekuat
sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Rasional : Penggantian terhadap kehilangan/defisit.
1.5.
Monitor nilai
laboratorium : elektrolit darah, Bj urin, serum albumin.
Rasional : Peningkatan menunjukkan hemokonsentrasi. Penurunan albumin serum
mempengaruhi tekanan osmotik koloid plasma, mengakibatkan pembentukkan edema.
1.6. Timbang berat badan.
Rasional : Mengukur keadekuatan penggantian cairan
sesuai fungsi ginjal.
1.7. Monitor pemberian cairan melalui
intravena setiap jam.
Rasional : Mempertahankan keseimbangan
cairan/elektrolit.
2. Perubahan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan perdarahan.
Tujuan :
Perusi jaringan perifer adekuat dengan kriteria vital sign stabil nadi
85–100 x/mnt, pernapasan 15–25 x/mnt, suhu tubuh axila 35.5–37°C,
tekanan darah 95–120/50–70 mmHg, haluaran urine 30–50 ml/jam, kapilari refill
< 3 detik.
Rencana :
2.1. Kaji dan catat tanda–tanda vital (
kualitas dan frekuensi denyut nadi, tekanan darah, dan capilarry refill ).
Rasional :
Penurunan sirkulasi darah
dapat terjadi dari peningkatan kehilangan cairan
mengakibatkan hipotensi dan takikardia.
2.2. Kaji dan catat sirkulasi pada
ekstremitas ( suhu, kelembaban, dan warna ).
Rasional :
Indikator volume sirkulasi/perfusi.
2.3. Nilai kemungkinan
terjadinya kematian jaringan pada ekstremitas seperti dingin, nyeri, pembengkakan
kaki.
Rasional :
Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi, dan immobilisasi.
3. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi adekuat dengan kriteria berat badan stabil atau
meningkat, asupan nutrisi adekuat.
Rencana :
3.1. Ijinkan anak untuk memakan makanan
yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada
saat selera makan anak meningkat.
Rasional :
Meningkatkan asupan nutrisi anak.
3.2. Berikan makanan yang disertai dengan
suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi.
Rasional :
Menggantikan kehilangan vitamin karena malnutrisi/anemia.
3.3. Anjurkan kepada orang tua untuk
memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tapi sering.
Rasional :
Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan.
3.4. Timbang berat badan setiap hari pada
waktu yang sama dan dengan skala yang sama.
Rasional :
Mengawasi penurunan berat
badan atau efektivitas intervensi nutrisi.
3.5. Pertahankan kebersihan mulut pasien.
Rasional :
Mulut yang bersih
meningkatkan selera makan
dan pemasukan oral.
3.6. Jelaskan pentingnya intake nutrisi
yang adekuat untuk penyembuhan
penyakit.
Rasional :
Meningkatkan motivasi klien untuk makan.
4. Perubahan proses keluarga berhubungan
dengan kondisi anak.
Tujuan : Keluarga menunjukkan koping yang adaptif
dengan kriteria ekspresi lebih rileks, menetapkan peran orang tua yang
diinginkan, berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai perawatan
kesehatan, dan berpertisipasi dalam perawatan anak pada tingkat yang
diinginkan.
Rencana :
4.1. Kaji perasaan dan persepsi orang tua atau anggota keluarga
terhadap situasi yang penuh stres.
Rasional : Mengidentifikasi masalah
yang mempengaruhi kemampuan
keluarga untuk menghadapi stress.
4.2. Ijinkan orang tua dan keluarga untuk
memberikan respon secara panjang lebar, dan identifikasi faktor yang paling
mencemaskan keluarga.
Rasional : Memberikan perasaan empati dan
meningkatkan rasa harga diri keluarga bahwa mereka berkompeten untuk mengatasi
situasi.
4.3. Identifikasi koping yang biasa
digunakan dan seberapa besar keberhasilannya dalam mengatasi keadaan.
Rasional : Kebanyakan orang telah mengembangkan
keterampilan koping efektif yang dapat bermanfaat dalam menghadapi situasi
baru.
4.4. Tanyakan kepada keluarga apa yang
dapat dilakukan untuk membuat anak/keluarga menjadi lebih baik, dan jika
memungkinkan memberikan apa yang diminta oleh anak.
Rasional :
Meningkatkan pemahaman dan membantu anggota keluarga mengatasi masalah secara
efektif.
4.5. Penuhi kebutuhan dasar anak, jika
anak sangat tergantung dalam melakukan aktivitas sehari–hari, ijinkan hal ini
terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama kemudian secara bertahap
meningkatkan kemandirian anak dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
Rasional :
Memberikan penguatan kepada anak bahwa ia mempunyai kemampuan
untuk menghadapi situasi.
5. Hipertermi berhubungan dengan proses
infeksi virus.
Tujuan :
Mempertahankan suhu tubuh normal dengan kriteria suhu tubuh
aksila 35.5–37.0°C,
Rencana :
5.1. Ukur tanda–tanda vital ( suhu ).
Rasional : Suhu 38,9°C – 41,1°C,
menunjukkan proses penyakit infesius akut.
5.2. Ajarkan keluarga dalam pengukuran suhu.
Rasional :
Melibatkan keluarga dalam program pengobatan.
5.3. Lakukan “ tepid sponge “ ( seka ) dengan
air biasa.
Rasional :
Dapat membantu mengurangi demam.
5.4. Tingkatkan intake cairan.
Rasional :
Cairan merupakan salah
satu termoregulator dalam tubuh.
5.5. Berikan terapi untuk menurunkan suhu.
Rasional :
Digunakan untuk mengurangi
demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
Rencana tindakan yang dapat dirumuskan
menurut Ngastiyah ( 1997 ) :
1. Kegagalan
sirkulasi darah yang berhubungan dengan adanya kebocoran plasma dari pembuluh
darah ke dalam jaringan ekstravaskular.
Tujuan :
Klien tidak mengalami renjatan dengan kriteria kesadaran composmentis, tidak
terjadi perubahan mental, nadi 85–100 x/mnt, pernapasan 15–25 x/mnt, suhu tubuh
axila 35.5–37°C,
tekanan darah 95–120/50–70 mmHg, haluaran urine 30–50 ml/jam, kapilari refill
< 3 detik.
1.1. Monitor
dan catat vital sign ( nadi, tekanan darah, suhu, dan pernapasan ) setiap jam.
Rasional : Memberikan
informasi tentang
derajat/keadekutan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan
intervensi.
1.2. Periksa
Ht, Hb, dan trombosit setiap 4 jam atau sesuai permintaan dokter.
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi
dan kebutuhan pengobatan/respon terhadap terapi.
1.3. Observasi
tanda dan gejala syok, seperti sakit perut yang hebat atau adanya anuria.
Rasional : Indikator adanya perdarahan
gastrointestinal.
1.4. Kolaborasi
dengan dokter bila ditemui tanda dan gejala syok.
Rasional : Tindakan kolaborasi daalm mengatasi syok.
2. Risiko
terjadi perdarahan yang berhubungan dengan adanya trombositopenia.
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan dengan
kriteria tidak terdapat petekie, hematemesis, melena, epistaksis, trombosit
200.000–500.000/mm3, hematokrit < 40 %, vital sign nadi 85–100 x/mnt,
pernapasan 15–25 x/mnt, suhu tubuh axila 35.5–37°C, tekanan darah
95–120/50–70 mmHg, haluaran urine 30–50 ml/jam, kapilari refill < 3 detik.
Rencana :
2.1.
Observasi vital sign, pengisian kapiler.
Rasional : Memberikan informasi tentang
derajat/keadekutan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan
intervensi.
2.2. Catat adanya akral dingin.
Rasional : Vasokonstriksi menurunkan sirkulasi
perifer.
2.3. Catat adanya
keluhan perut sakit, klien pucat, adanya melena, hematemesis.
Rasional : Merupakan tanda dan gejala adanya
perdarahan pada gastrointestinal.
2.4. Catat intake dan output.
Rasional : Menentukan
jenis intervensi yang
diperlukan berdasarkan banyaknya cairan yang keluar.
2.5. Puasakan klien bila
terjadi perdarahan gastrointestinal dan mulai dari diit cair kemudian lunak
biasa bila kesadaran klien telah membaik.
Rasional : Gastrointestinal diistirahatkan untuk
penyembuhan dan untuk menurunkan kehilangan cairan usus.
2.6. Tingkatkan asupan
cairan parenteral.
Rasional :
Pergantian cairan untuk memperbaiki kehilangan cairan.
2.7. Pasang naso gastrik
tube.
Rasional :
Untuk membantu mengeluarkan darah dari lambung.
2.8. Awasi pemeriksaan laboratorium Hb, Ht, dan trombosit.
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi dan
kebutuhan pengobatan/respon terhadap terapi.
2.9. Kolaborasi pemberian
transfusi.
Rasional : Meningkatkan jumlah
sel pembawa oksigen, memperbaiki defisiensi untuk
menurunkan risiko perdarahan.
3. Gangguan
suhu tubuh berhubungan dengan adanya infeksi dengue.
Tujuan :
Suhu tubuh normal dan klien terhindar dari kejang dengan kriteria suhu
tubuh aksila 36.5–37.0°C, mukosa bibir merah muda.
Rencana :
3.1. Monitor vital sign.
Rasional : Suhu 38,9°C – 41,1°C,
menunjukkan proses penyakit infksius akut.
3.2. Beri kompres
Rasional : Dapat mengurangi demam.
3.3. Kolaborasi pemberian
antipiretik dan antikonvulsan.
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan
aksi sentralnya pada hipotalamus.
4. Gangguan
rasa aman dan nyaman berhubungan dengan penyakitnya dan akibat tindakan selama
dirawat ( pengambilan/pemeriksaan darah secara periodik setiap 4 jam ).
Tujuan :
Klien mampu beradaptasi dengan tindakan yang dilakukan dengan kriteria
klien tenang saat akan dilakukan tindakan invasif.
Rencana :
4.1. Usahakan bekerja secara tenang,
yakinkan dahulu vena telah didapat baru ditusukkan jarumnya.
Rasional : Mengurangi penderitaan klien.
4.2. Beri kompres atau
trombopob gel pada daerah haematoma.
Rasional : Mengurangi hematoma.
4.3. Kolaborasi tindakan
vena seksi bila pasien sudah kolaps.
Rasional : Agar tidak terjadi coba-coba dan
meninggalkan bekas hematoma di beberapa tempat.
5. Kurang
pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
Tujuan :
Keluarga mempunyai pengetahuan mengenai penyakit dan bahayanya, keluarga
berpartisipasi dalam program pengobatan.
Rencana :
5.1. Berikan
mengenai penjelasan mengenai DHF dan anak segera dibawa ke pelayanan kesehatan.
Rasional :
Untuk segera mendapatkan pertolongan mencegah komplikasi.
5.2. Berikan minum
yang banyak sebelum anak dibawa berobat.
Rasional :
Mencegah agar anak tidak jatuh ke tingkat dehidrasi yang lebih parah.
5.3. Berikan penjelasan program
pengobatan selama di RS seperti pemeriksaan darah yang berulang kali dan
dipasang infus lebih dari satu tempat dan bila terjadi hematoma bukan karena
bukan kurang terampilnya petugas tetapi karena sifat penyakit ini mudah
berdarah, anak harus tetap diberi banyak minum, serta minta orang tua untuk
ikut mengawasi jalannya tetesan infus.
Rasional : Agar keluarga dapat membantu pelaksanaan
pengobatan.
5.4. Penyuluhan kesehatan bagaimana cara
pemberantasan nyamuk.
Rasional :
Membantu memberantas nyamuk guna
memutuskan mata rantai penularan.
4.
Pelaksanaan / Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan ( implementasi ) adalah
preskripsi untuk perilaku positif yang diharapkan dari klien atau tindakan yang
harus dilakukan oleh perawat sesuai dengan apa yang direncanakan. ( Marillyn E.
Doenges, dkk : 2000 )
Komponen tahap implementasi :
a.
Tindakan Keperawatan Mandiri Dilakukan Tanpa Pesanan Dokter.
Tindakan keperawatan mandiri dilakukan oleh
perawat. Misalnya menciptakan lingkungan yang tenang, nyaman, mengurangi
kebisingan lingkungan, dan membatasi jumlah pengunjung serta lamanya waktu yang
dirawat ( Doenges, 2000 ).
b.
Tindakan Keperawatan Kolaboratif.
Tindakan yang dilakukan oleh perawat bila
perawat bekerja dengan anggota perawatan kesehatan yang lain dalam membuat
keputusan bersama yang bertahan untuk mengatasi masalah klien.
c.
Dokumentasi Tindakan Keperawatan dan Respon Klien Terhadap Tindakan
Keperawatan
Dokumentasi merupakan pernyataan dari
kejadian atau aktifitas yang otentik dengan mempertahankan catatan yang
tertulis, dimana dokumen dapat memberikan bukti rspon klien terhadap tindakan
keperawatan dan perubahan-perubahan pada klien.
Dalam melaksanakan tindakan keperawatan pada
klien anak dengan DHF, perawat harus
terlebih dahulu menjelaskan kepada orang tua apa yang akan dilakukan dan tujuan
dari tindakan yang dilakukan.
5.
EVALUASI
Evaluasi adalah hasil yang didapatkan dengan
menyebutkan item-item atau perilaku yang dapat diamati dan dipantau untuk
menentukan apakah hasilnya sudah tercapai atau belum dalam jangka waktu yang
telah ditentukan. ( Marillyn E. Doenges, dkk : 2000 ).
Evaluasi hasil asuhan keperawatan sebagai
tahap akhir dari poses keperawatan yang bertujuan untuk menilai hasil akhir dan
seluruh tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi ini bersifat
sumatif, yaitu evalusi yang dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan
keperawatan yang telah dilakukan dan disebut juga evaluasi pencapaian jangka
panjang.
a.
Masalah Teratasi
Masalah teratasi apabila klien atau keluarga
menunjukkan perubahan tingkah laku dan perkembangan kesehatan sesuai dengan
kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
b.
Masalah Teratasi Sebagian
Masalah sebagian teratasi apabila klien atau
keluarga menunjukkan perubahan dan perkembangan kesehatan hanya sebagian dari
kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
c.
Masalah Belum Teratasi
Masalah belum teratasi apabila klien atau
keluarga sama sekali tidak menunjukkan perubahan perilaku dan perkembangan
kesehatan atau bahkan timbul masalah yang baru.
Hasil yang diharapkan dari tindakan
keperawatan yang dilakukan pada klien anak dengan DHF adalah diharapkan suhu tubuh tidak
mengalami peningkatan, tidak terjadi perdarahan selama perawatan, nutrisi tidak
mengalami gangguan atau kembali normal, tidak terjadi dehidrasi pada anak, dan
orangtua / keluarga menunjukkan pengertian dan dapat bekerjasama dalam program
pengobatan anak setelah dilakukan penyuluhan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes Marilynn E. 1995. Penerapan Proses Keperawatan dan
Diagnosa Keperawatan Edisi 2. jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Depdikbud. 2000. Ejaan Yang Dibenarkan. Jakarta : Balai Pustaka.
Effendy Christanti. 1995. Perawatan Pasien DHF. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Gaffar La Ode Jumadi. 1993. Pengantar Keperawatan Profesional.
Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Margatan Arcole. 1996. Mewaspadai Demam Berdarah.
Solo : CV. Aneka.
Priharjo Robert. 1996. Pengkajian Fisik
Keperawatan. Jakarta
: EGC.
Rampengan T. H. 1997. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Soedarto. 1996. Penyakit-Penyakit Infeksi di
Indonesia. Jakarta
: Widya Medika
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar